Sumber gambar : Andikafm.com

Jika bukan karena didesak oleh mba Wawa, mungkin saya tak akan menulis  aib pengalaman saya ini.hhhaa. Tapi tak mengapa lah, anggap saja sharing ya. heee

Sepeda motor merupakan alat transportasi yang paling banyak dikendarai oleh manusia sekarang ini. Selain keringkasan bentuknya yang mempermudah penggunanya menerjang pahitnya realita kemacetan. Dari segi harga, sepeda motor juga terbilang terjangkau terbukti dimana banyak keluarga yang memiliki lebih dari satu kendaraan berroda dua tersebut di rumah mereka.

Tak hanya digunakan untuk jarak jauh, orang-orang juga kini menggunakan sepeda motor untuk hanya berkeliling komplek atau sekedar pergi ke pasar yang sebenarnya cukup dekat dari rumah.

Untuk peminatnya sendiri, sepeda motor hampir digemari oleh semua kalangan dari dewasa, remaja, bahkan anak-anak. Terlebih setelah munculnya sepeda motor jenis matic dengan kemudahan yang ditawarkannya.

Tetapi berbeda dengan teman seumuran yang sudah mahir mengendarai sepeda motor sejak masih duduk di bangku SMP. Jangankan mengendarai sepeda motor, mengendarai sepeda saja saya tak bisa. Sebenarnya orang tua saya begitu menyayangi saya, hingga seusai saya dikhitan mereka membelikan saya sepeda dengan uang hasil sumbangan selama hajatan.

Kala itu paman saya mendapat hadiah berupa sepeda dari promo pembelian sepeda motor miliknya. Daripada sepeda tak terpakai, beliau menawarkan sepeda itu kepada ibu saya. Dan tanpa berfikir lama, ibu pun bersedia membayarnya.

Sepeda tersebut tipe sepeda gunung dan sudah dilengkapi sistem pergantian gigi, untuk merk saya lupa. hhee. Awal melihatnya saya begitu bahagia, ingin rasanya luka bekas dikhitan cepat mengering dan sembuh agar saya bisa menaiki sepeda berwarna merah tersebut.

Namun rasa bahagia itu hanya bertahan sekejap saja. Melihat postur sepeda yang terlihat begitu tinggi membuat saya ragu untuk menaikinya. Rasa ragu dan takut terus terpasang di benak saya hingga saya sembuh. Jadi, meski kakak sepupu memaksa saya untuk berlatih dan menawarkan jasanya sebagai pembimbing. Ketakutan saya yang berlebihan mebuat saya tetap ogah untuk berlatih. Sungguh cemen dan payah sekali saya kala itu, padahal saya sudah duduk di bangku kelas 5 SD. Alhasil sepeda pun terbengkalai bertahun-tahun hingga berkarat.πŸ˜₯πŸ˜₯πŸ˜₯.

Waktu terus berjalan, masa SMP bukan masa yang sulit untuk dilalui. Karena jarak sekolah yang masih dekat, tepatnya di desa saya sendiri. Tanpa bisa sepeda motor pun saya tetap percaya diri untuk menginjakkan kaki di sekolah. Di era 2006-2009, teman-teman saya juga jarang sekali yang mengendarai motor ke sekolah meski mereka tinggal di desa seberang. Jadi, tidak ada alasan ubtuk minder meski harus berjalan kaki menuju sekolah.

Namun sedikit berbeda ketika memasuki masa SMA, awal mula ngekos saya cukup nyaman. Namun, melihat teman-teman yang semula ngekos memilih untuk hilir mudik membawa motor membuat saya sedikit iri. Namun bagaimanapun rasa itu terkadang hilang dengan sendiri nya, terutama ketika teringat bahwa saya masih punya beberapa teman yang masih memilih untuk bertahan ngekos. Toh, jika saya meminta orang tua saya untuk membelikan saya sepeda motor. Itu hanya akan merepotkan mereka saja. Ya, Mengingat untuk membayar uang sekolah dan membayar uang kos saja ayah dan ibu harus bekerja keras untuk mendapatkan uang tambahan. Apalagi jika diharuskan untuk membayar cicilan motor setiap bulannya. Lebih-lebih saya sadar akan latar belakang saya yang tak bisa mengendarai sepeda. Tentu nanti akan menyita banyak waktu untuk berlatih.

Di kelas 2 SMA, saya sebenarnya pernah berlatih mengendarai sepeda motor berkat pinjaman dari paman saya. Namun, karena orang yang membimbing saya menyerah lantaran tubuh saya yang terlalu kaku seperti badan robot yang terkena kutukan membatu . Dan motor yang saya gunakan tersebut juga bukan milik saya pribadi. Jadi, saya takut untuk meneruskan, karena jika saya menjatuhkan dan merusaknya nanti akan menjadi masalah baru. Dan Keinginan untuk bisa mengendarai motor dan jalan-jalan kesana-sini pun sirna sudah. Hingga akhirnya saya memutuskan untuk istiqomah menjadi salah satu makhluk yang tak bisa mengendarai motor selama beberapa tahun berikutnya.

Di tahun 2015, saya bersyukur karena dapat pekerjaan yang cukup dekat dengan rumah setelah beragam pahit manis hidup saya lewati (Pengalamannya nanti saya tulis deh..kalo gak lupa πŸ˜πŸ˜‚πŸ˜‚). Menjaga toko dan tempat futsal awalnya saya rasakan begitu berat. Karena banyak hal yang harus saya pertanggung jawabkan. Namun karena melihat teman-teman seumuran sudah bisa mandiri hingga membeli sepeda motor sendiri. Keluarga saya memotivasi saya untuk terus bertahan. Lebih lagi saya hidup sebagai anak tunggal dimana harus punya kecakapan lebih untuk menjadi satu-satunya harapan keluarga nantinya. Di sisi lain, cibiran dan cemoohan dari para tetangga juga kadung membuat saya malu.

Mungkin karena melihat saya begitu tertinggal dari yang lain. Bos dan anaknya merasa kasihan hingga memberi saran saya untuk menyisihkan gaji saya dan mulai mencicil sepeda motor. Saran itu akhirnya saya ikuti. Beberapa bulan gajian saya tak menggunakan uangnya untuk membeli hal-hal lain. Hingga terkumpul 2 juta rupiah, dan ditambah 1 juta dari tabungan orang tua,dan 1 juta dari pinjamam bos. Saya pun memberanikan diri untuk membeli sepeda motor dengan cara kredit.

Setelah survey dan proses pembayaran uang muka selesai. Beberapa hari berikutnya, Motor Revo Fit FI bercorak hitam-merah yang diproduksi oleh pabrikan Honda akhirnya dikirim ke rumah. Perasaan senang sekaligus bangga seakan bercampur. Akhirnya saya bisa memiliki kendaraan sendiri, ya meskipun harus berhutang. Saya sengaja memilih motor bebek karena menurut teman-teman, motor bebek akan mempermudah kita untuk berlatih motor jenis lain, seperti matic atau sepeda motor dengan kopling manual nantinya.

Meski pada awalnya sempat dihinggapi rasa ragu dan malu. Lantaran saya tak bisa sepeda dan belajar motor di usia yang sudah cukup tua. Namun saya tetap beranikan diri untuk berlatih. Karena jika saya terpaku pada pemikiran tersebut maka saya hanya akan menunda terus menerus.

Beberapa hari setelah motor di uji coba oleh paman saya, kakak sepupu mengucapkan selamat lewat SMS. Hal ini saya manfaatkan untuk membujuknya agar mau melatih saya berkendara. Dan alhamdulillah ternyata dia bersedia. 

Di awal latihan, kakak sepupu saya membawa saya ke lapangan yang luas. Sebelum memulai, Ia menjelaskan bagian-bagian dari motor beserta fungsinya, mulai dari gas, rem, hingga gigi. Awalnya dia mencoba membiarkan saya berada di depan dan ia membonceng di belakang. Namun, hal itu justru membuat saya kagok. Badan yang masih belum seimbang dan cara menarik gas yang masih semrawut membuat motor gentayangan entah kemana.(ya kaya setan gitu lah).

Akhirnya teknik latihan pun diganti, kini saya dibiarkan mengelilingi lapangan sendirian untuk melatih keseimbangan dan bagaimana menarik gas dengan baik. Di hari pertama, saya cukup merasa kesulitan hingga beberapa kali hampir menabrak pinggiran lapangan. Beberapa kali saya juga tertindih motor saya karena kurangnya kendali dan menyebabkan motor terguling. (kalo diliat banyak orang pasti malu banget).

Di hari kedua, teknik yang sama masih diterapkan. Dengan membiarkan kaki berada di bawah pedal dan menyeret tanah, saya mencoba menyeimbangkan badan sembari menarik perlahan gas dengan tangan kanan agar motor tak tersendat-sendat. Hingga hari ketiga, nampaknya sudah mulai ada banyak peningkatan. Selain kedua kaki yang mulai berani naik ke atas pedal gigi dan rem. Tarikan gas pun terasa lebih teratur. Namun, latihan di hari ketiga ini harus terhenti lantaran di sela-sela latihan ada tim sepakbola yang hendak menggunakan lapangan untuk berlatih. Dan apes nya beberapa diantaranya mengenal saya. Dan saya tak bisa lagi menghindar dari rasa malu..πŸ˜‚πŸ˜‚πŸ˜‚πŸ˜

Di hari ke empat, sebenarnya saya berniat untuk kembali berlatih di lapangan. Akan tetapi kesibukkan kakak sepupu di ladang membuat ia tak bisa hadir membimbing. Akhirnya saya putuskan untuk berlatih sendiri. Bukan di lapangan melainkan langsung di jalanan. Namun di malam hari tentunya. Dengan kondisi jalan yang sepi tanpa banyak kendaraan dan orang-orang di depan rumah, tentu hal ini membuat saya lebih percaya diri. hheee

Jalan raya dari ujung desa hingga desa tetangga saya susuri. Di sepanjang jalan saya juga sembari berlatih menaik-turunkan gigi. Kala itu masih sangat kacau, terkadang saat manikkan gigi di kala kecepetan motor cukup kencang hingga terdengar hentakan yang cukup keras. Lebih parahnya lagi, terkadang saya menginjak rem terlalu dalam sehingga ketika melewati tikungan motor saya tergelincir karena berhenti mendadak. Latihan seperti ini saya lakukan hampir setiap malam hingga akhirnya saya berani berkendara di jalanan kala siang.

Dan tak terasa kini 2 tahun sudah setelah semua latihan yang menguji mental dan raga tersebut.(kesannya latihan apaan ya πŸ˜‚). Untuk berpergian ke tempat yang dekat, kini saya tak perlu lagi meminta bantuan ke teman untuk mengantarkan. Saya akui skill saya belum seberapa, jadi saya belum berani mengajak penumpang lain melewati rute yang jauh atau ke jalan dengan medan yang terjal. Saya masih perlu belajar, belajar, dan belajar lagi. Tapi setidaknya saya sudah berhasil melawan rasa takut dan ragu yang selama ini memanipulasi pikiran saya.

Jika harus dihitung berapa kali jatuh, sudah pasti lebih dari 10 kali. Bekas goresan di kaki dan lecet di bagian motor mungkin bisa menjelaskannya. Namun, tanpa berani untuk jatuh mungkin selamanya saya tak akan bisa mengendarai sepeda motor.

Nah, mungkin ada yang senasib dengan saya? atau punya pengalaman seru ketika belajar mengendarai sepeda motor. Share ya.