Ilustrasi,www.nu.or.id

Senyumnya masih sama seperti saat ia berada di depan kelas dan menjabarkan rangkaian mata pelajaran di hadapan semua anak didiknya. Kesan sederhana nan selalu bersahaja selalu ada dalam dirinya.

Tak terasa semua sudah berlalu hampir 11 tahun. Dulu saya yang begitu polos kini pun sudah beranjak dewasa. Jakun yang besar serta bulu-bulu kasar mulai menghinggapi hampir seperempat wajah sebagai pertanda bertambahnya usia.

Saya berpapasan dengan beliau ketika sedang membersihkan halaman toko tadi pagi. Dan tak saya lihat adanya banyak perubahan padanya. Cara berbicaranya yang masih kental dengan logat orang Kebumen. Serta wajahnya yang masih terlihat sama seperti dulu dengan tak adanya kerutan. Tetap terlihat muda tanpa mengenal usia sebenarnya sekarang ini yang mungkin menginjak kepala 4.

Dia adalah guru SD saya dulu, dia lah yang mengemban tugas sebagai guru kelas 6 sewaktu angkatan saya, tepatnya di tahun 2005/2006. Dia hampir menjadi guru favorit semua siswa. Lantaran cara mengajarnya yang santai namun begitu rinci. Sehingga semua siswa mudah memahami apa yang ia sampaikan.

Dia juga punya guyon andalan, salah satunya dia gemar menambahkan nama belakang atau julukan pada nama siswanya. Seperti nama saya yang menjadi Abdul Jalil “Nasution”, atau teman saya yang berubah menjadi Hendri “Simanungsong”, dan Wawan “gajah” seno.

Tetapi di dalam kelas dia juga sosok yang tegas, jadi jarang sekali ada siswa berbuat onar sehingga mengganggu kegiatan belajar mengajar. Jika ada mereka siap saja untuk dimarahi. Dia juga sering menerapkam game maut bertajuk “Dalbanan” dimana di jam akhir pelajaran, mereka yang berhasil mengerjakan soal Matematika secara cepat dan tepat, dia bisa pulang duluan. Karena keteledoran saya dalam mengerjakan soal. Saya pun pernah beberapa kali pulang paling akhir.

Namanya Pak Ngadino, dia merupakan pria kelahiran Kebumen yang mendapat tugas mengajar di Brebes Selatan. Tepatnya di SD Negeri 2 Igirklanceng, Sirampog, Brebes. Beliau merupakan guru favorit saya sepanjang masa. Sosoknya sempat saya jadikan inspirasi ketika saya berencana ingin melanjutkan kuliah di jurusan pendidikan.

Ya,walau kenyataan kini berbicara lain. Saya tak bisa mengabdikan diri di bidang pendidikan karena saya tak jadi kuliah. Namun di manapun saya berada, sikap disiplin yang beliau tanamkan harusnya bisa saya terapkan.

Iklan