X : “Ah..alay banget sih loe, tim favorit lo main aja pake bikin status, menuh-menuhin beranda gitu.”

Y : “Biasa aja kali..itu kan tanda support buat mereka. Ngapain lo repot.”

X : “Kalo mau support di stadion langsung sana”

Y : “Loh kok malah sewot, loe upload editan foto alay gitu. Gue juga gak ribet kali.”

Kira-kira begitulah sedikit penggalan perdebatan antara dua teman saya beberapa waktu lalu. Sebut saja si X, dia merasa tidak nyaman melihat Y memposting dukungan kepada tim sepakbola favoritnya.

Hingga ketika mereka punya kesempatan bertemu, terjadilah cekcok yang cukup seru di antara keduanya. Si X menganggap Y alay karena terlalu naif untuk menunjukkan fanatisme nya kepada tim sepakbola. Seakan tak mau kalah, Si Y juga menganggap si X alay karena ia sering terciduk memposting foto-foto editannya ke media sosial. Lalu siapa yang sebenarnya alay?

Dikutip dari KBBI online,kata alay sebenarnya punya makna yang luas. Mempunyai kepanjangan anak layangan, kata alay sempat ditujukan kepada orang-orang yang gemar menulis pesan sms dengan mengkombinasikan huruf dan angka. Selain itu, remaja labil yang gemar berpenampilan mencolok tanpa menggunakan aturan semestinya juga sering dicap alay. Namun, secara umum alay ditujukan kepada siapa saja yang dianggap melakukan hal-hal yang terkesan norak, kampungan, atau berlebihan baik di dunia nyata dan dunia maya.

Tetapi melihat kasus X & Y, saya punya kesimpulan sendiri jika keduanya tidak ada yang bisa dilabeli alay. Pada dasarnya setiap orang punya hak masing-masing untuk memposting hal yang mereka sukai ke media sosial. Si X yang menyukai seni fotografi dan editing berhak memposting hasil karyanya. Sedangkan si Y yang begitu fanatik pada tim sepakbola juga berhak memberi support pada tim favoritnya.

Dan jika memang yang kita share bukan hal yang bersifat merugikan, baik untuk kita atau pihak lain, seperti ujaran kebencian, berita hoax, atau konten pornografi, kita tak perlu merasa risau akan pendapat orang lain.

Hanya saja perlu diingat, jika tidak semua orang akan menyukai apa yang kita lakukan. Termasuk apa yang kita posting di media sosial. Ada yang merasa senang dan ada yang justru merasa terganggu. Untuk itu, kita harus lebih bijak dalam menggunakan hak kita dalam bermedia sosial. Salah satunya kesadaran untuk membatasi intensitas kita dalam memposting foto atau status. Karena postingan yang sering mucul hanya akan membuat tak nyaman pengguna lain.Kesimpulan yang teramat dangkalπŸ˜‚,

Apa kalian punya pendapat lain.Share di komentar ya!

Iklan