androidcentral.com

Sabtu,18 November 2017

Niatnya membuka ponsel hanya untuk sekedar mengecek pemberitahuan dari media sosial. Namun rupanya, sudah ada 3 panggilan yang tak sempat dijawab. Kebetulan sekali ponsel memang sedang berada dalam mode “diam”, jadi tak ada satupun nada notifikasi yang terdengar.

Selang bebapa menit setelah mode “diam” dinonaktifkan, nomor yang sama kembali memanggil. Nomor tersebut rupanya milik salah satu teman SMA saya, sebut saja Ahmad (Nama Samaran). Pria berbadan gempal yang sering jadi teman saya sharing semasa sekolah. Dan tanpa berfikir panjang saya sempatkan untuk mengangkat panggilannya.

Sudah beberapa bulan ini dia memang berada di luar jawa. Setelah terakhir dia menelpon jika dia ada di Jambi. Maka hampir menjelang satu bulan ini, rupanya dia sudah berpindah ke Lamandau, Kalimantan Tengah.

Selepas wisuda di pertengahan tahun, dia memang harus merantau guna mengikuti pelatihan kerja. Tiga bulan sudah di lewati di pulau Sumatera, dan Borneo kini menjadi lokasi penempatannya.

Banyak hal yang dia ceritakan lewat telepon, dari tempat kerjanya yang cukup jauh dari perumahan. Serta segudang fasilitas yang ditawarkan perusahaan kelapa sawit tersebut. Tempat tinggal yang nyaman, lengkap dengan TV , Playstation makanan, air bersih, hingga kendaraan roda dua untuk masing-masing karyawan.

Jabatan yang dia emban tergolong menjanjikan. Dia hanya bertugas mengawasi pekerja lain, termasuk mandor. Mungkin sekelas supervisor jika di minimarket. Jam kerjanya juga cukup singkat,mulai dari jam 7 hingga sore. Ditambah dengan diberikannya waktu bebas di hari sabtu dan minggu, yang memungkinkannya untuk beristirahat atau jalan-jalan.

Satu hal yang membuat saya turut senang adalah gaji yang dia dapat juga bisa terbilang besar, dengan hampir menyentuh angka 4 di awal masuk, serta adanya kemungkinan naik beberapa bulan sekali.

Percakapan kami cukup lama, hingga dia juga sempat menceritakan beberapa keluh kesahnya selama ada di sana. Susahnya sinyal provider Indosat, yang hanya bisa didapatkan di rumah, serta beberapa tarif yang lebih mahal jika dibandingkan di Jawa.

Namun dari perbincangan ini, saya jadi kembali mengingat perjuangan kami di masa silam. Selepas lulus SMA di tahun 2012, kami berdua memang punya rencana untuk kuliah. Di ujian SNMPTN dia memilih prodi pertanian di UGM, sedangkan saya memilih prodi pendidikan bahasa Inggris di UNY. Kami berdua memang berasal dari kelas IPA, namun entah justru program di luar IPAlah yang saya minati salah satunya bahasa Inggris.

Tetapi dengan prodi yang dia pilih saya optimis jika dia akan punya banyak peluang lolos. Lebih lagi dia sempat ikut les terlebih dahulu. Berbeda dengan saya,yang harus belajar materi IPS dengan bahan seadanya. Salah satunya lewat buku kumpulan latihan soal-soal SNMPTN yang saya beli bersama Ahmad sebelumnya, dan soal-soal yang disediakan gratis oleh Universitas Esa Unggul di websitenya.

Namun ternyata diluara dugaan saya, hasil yang samalah yang ternyata kami dapati, baik saya dan beberapa teman seangkatan, termasuk Ahmad harus berlapang dada karena kami tak lulus. Seolah tak menyerah, saya dan Ahmad serta satu teman saya yang lain mencoba cara lain agar bisa kuliah di PTN.

Lewat jalur mandiri, kami bertiga mengerjakan tes di UNSOED Purwokerto. Saya masih ingat saat itu tepat di bulan Ramadhan, untuk keperluan sahur dan berbuka puasa, saya dan Ahmad terpaksa harus menginap di rumah kerabat teman saya.

Tiba di hari pelaksanaan, saya dan teman saya yang memilih prodi dari IPS berada di ruang yang sama. Saya memilih prodi Sastra Inggris, sedangkan dia memilih jurusan Ekonomi. Sementara Ahmad yang mengambil jurusan Pertanian dari IPA, berada di ruang yang terpisah.

Berbeda dengan tes SNMPTN, di Ujian Mandiri tidak ada lagi tes TPA (Tes Potensi Akademik), yang memungkinkan tes berlangsung lebih cepat dan tak sampai memakan waktu 2 hari layaknya tes SNMPTN. Namun untuk tingkat kesulitannya, saya rasa  sama. Ada banyak materi yang sama sekali tak saya kuasai dan terpaksa tak saya isi. Namun biarpun demikian, saya berusaha optimis.

Tiba di hari pengumuman, saya memasukan nomor pendaftaran ke website UNSOED guna mengtahui nasib saya. Namun Allah punya rencana lain untuk saya, lagi-lagi saya harus bersabar dan berlapang dada karena hasilnya sama seperti tes sebelumnya. Saya dan teman saya dinyatakan tidak lulus.

Kecewa dan sedih sempat menenggelamkan diri saya, namun saya tak bisa berbuat banyak. Di saat larut dalam kegundahan, saya coba menanyakan nasib Ahmad. Dan Alhamdulillah, lewat jawaban yang lugas di layanan SMS, rupanya dia lulus dan bisa melanjutkan pendidikannya sebagai seorang mahasiswa di Perguruan Tinggi.

Dan setelah 5 tahun berselang, kini kami sudah menjalani kehidupan masing-masing. Saya sibuk sebagai karyawan toko. Sedangkan dia sedang berusaha beradaptasi dengan hiruk pikuk pekerjaan barunya setelah begelut dengan dunia perkuliahan selama 4 tahun lebih beberapa bulan. Namun bagaimanapun, kami selalu berusaha selalu mensupport satu sama lain.

Kadang kita memang hanya bisa berusaha semampu yang kita bisa, untuk hasil Tuhanlah yang nanti menentukan. Dia selalu menyiapkan rencana terbaik bagi hamba-Nya

Sebaiknya saya akhiri cerita tak berfaedah ini. Terima kasih sudah membaca..

Iklan