Sumber : https://australiansportscamps.com.au

Sepak bola, olahraga yang dimainkan oleh dua tim dengan masing-masing berkekuatan 11 pemain merupakan olahraga yang paling populer di jagad raya ini. Ketenarannya bahkan dimanfaatkan produk atau brand besar untuk mempromosikan dagangan mereka dengan mengkontrak pemain ternama sebagai Brand Ambassador.

Khususnya pria, baik anak hingga dewasa, mereka pasti menyukai olahraga yang konon lahir di negeri Inggris ini. Tak hanya seru, olahraga ini bisa membuat badan segar sekaligus melatih kerjasama antar pemainnya.

Namun, diantara milyaran manusia yang menggandrungi olahraga sepak bola. Saya merupakan salah satu makhluk nista orang yang tak begitu tertarik dengan olahraga yang begitu mendunia ini.

Di masa kecil, sebenarnya saya sempat akrab dengan sepak bola. Sering saya ikut teman-teman di sekitar rumah bermain bola di ladang yang belum di garap, di sini kami menyebutnya “Garungan”. Di sekolah juga, di kala ada kesempatan saya ikut nimbrung bersama teman lelaki untuk berebut bola di lapangan. Setidaknya hanya sampai kelas 4 atau 5 SD. Seterusnya, saya justru menarik diri dari olahraga ini. Karena saya merasa tak begitu lihai.

Dan di masa SMP, ini adalah fase mimpi buruk bagi saya yang tak suka dan tak bisa bermain sepak bola. Karena hampir setiap minggu ketika jam olahraga di isi dengan permainan ini.

Alhasil, di kala teman pria yang lain asyik bermain sepak bola, saya kadang hanya bisa melongo menyaksikan kekhusu’an mereka dalam menedang bola dan membobol gawang lawan masing-masing.

Pernah sesekali teman memaksa saya untuk ikut bermain, lalu saya mengiyakan permintaan mereka. Namun, di lapangan justru saya seperti alien yang terdampar di dunia entah berantah. Saya tak tahu harus kemana ketika mendapat bola, saya hanya bisa berlari kesana-kemari seperti orang yang kehilangan kewarasannya. Bahkan ketika mendapat bola, umpan saya sering melesat tanpa tujuan.

Dengan performa permainan yang sangat buruk, teman-teman juga tak ragu memaki sekaligus membully. Panggilan “banci”, “bego”, “cemen”, “payah” sudah sering saya dengar dari mulut mereka. Saya pun kembali memilih menjadi penonton daripada harus menjadi badut di lapangan dan menjadi bahan ledekan.

Dan pernah pula, ketika ada jam olahraga, saya sempat memutuskan untuk membolos atau tidak berangkat sekolah, ini agar saya terbebas dari bully-an.

Sangat childish dan pengecut memang. Karena ulah ini pula, nilai kerajinan saya di rapor sempat mendapat nilai C. Padahal, di saat itu saya sudah menginjak satu semester di kelas 3. 

Takut akan mendapati nilai sama dan berimbas pada penentuan kelulusan. Di semester  kedua saya coba berbenah.

Untungnya saja, di semester ini materi olahraga lebih bervariasi. Tak melulu sepakbola, ada materi lain yang wajib dimasukkan ke nilai akhir. Jadi, saya sedikit bisa bernafas lebih lega karena setiap minggu ada olahraga yang berbeda.

Berlanjut ke masa SMA, sesekali saya juga tetap kena bully jika dihadapkan dengan materi sepak bola. Namun, intensitasnya tak separah waktu di SMP. 

Bersyukur pula, materi olahraga di jenjang ini lebih beragam di masing-masing semesternya. Sehingga, saya tak perlu khawatir terkena cemoohan setiap minggunya.

Hingga kini, saya masih juga tak berani ikut bermain sepak bola. Meski saya sendiri bekerja di toko yang sekaligus tersedia tempat futsal. Karena saya merasa sadar akan kemampuan, dan saya ogah menjadi bahan ledekan lagi. Dan jika teman mengajak saya untuk melihat pertandingan bola tarkam, saya juga biasanya menolak dan lebih memilih menyibukkan diri dengan aktifitas lain. 


Oh ya, meski saya bukan penggemar berat olahraga sepakbola. Sesekali saya tetap mengupdate seputar pertandingan sepak bola kok. Meski tak begitu rutin, saya sempatkan mengikuti perkembangan pemain yang sedang menjadi sorotan, atau liga yang tengah bergulir. Di gelaran event tertentu, seperti pertandingan Tim Nasional, atau Piala Dunia dan Piala Eropa, saya juga juga kadang sempatkan untuk menonton pertandingannya, terutama partai final. Semuanya saya jadikan sarana untuk menambah pengetahuan umum.


Apa saya sendiri, pria yang tak begitu menyukai sepak bola?