Sumber gambar : satujam.com

Semasa kecil dulu, ada hal yang selalu memotivasi saya agar tak pernah bolong dalam menunaikan Salat Tarawih. Tapi bukan karena iming-iming pahalanya yah. Di mata anak kecil yang masih polos, ada hal yang lebih menarik selepas salat tarawih kala itu.

Setelah salat usai, seluruh jamaah biasanya akan saling bersalaman sembari menyenandungkan sholawat. Dan setelah itu, seluruh jamaah akan duduk memutar sembari menikmati kudapan yang dibawa secara bergilir sesuai jadwal oleh masing-masing jamaah. Dan tradisi ini dilangsungkan di sebagian besar Musala dan Masjid di desa saya.

Jenis kudapannya sendiri beragam, dari kue basah seperti onde-onde, kue cucur, kue putu, hingga macam-macam gorengan dan makanan kering lain, dan tak lupa pula ditemani minuman gelas kemasan atau teh seduhan yang dibawa menggunakan teko aluminium.

Saat kecil, mendapatkan makanan seperti ini secara cuma-cuma tentu sangat menyenangkan. Terlebih di masa itu, kehidupan perekonomian di sini tak sebaik sekarang. Jadi, jika selepas berbuka perut masih keroncongan, salat tarawih pun bisa dijadikan lahan untuk mencari pengisi perut tambahan.

Bahkan dulu, banyak remaja yang lebih tua dari saya sengaja salat di shaf paling akhir. Tujuannya agar saat dzikir berjamaah mereka bisa mengambil diam-diam camilan dan pulang lebih dulu, karena camilannya memang diletakkan di belakang. Dan tak jarang pula ada jemaah yang berdzikir sembari mengemil. Konyol sih memang.

Namun seiring berjalannya waktu, kenakalan semacam ini tak lagi dijumpai di setiap Ramadan tiba. Karena nyatanya, tradisi ini semakin ditinggalkan oleh masyarakat desa saya sendiri.

Mulai dari musala kecil hingga masjid utama, kini tak lagi menyediakan kudapan selepas Salat Tarawih. Selain karena masalah ketertiban, Hal ini juga terkait kebersihan tempat beribadah. Dimana camilan ataupun minuman yang dibawa biasanya akan menyisakan sampah. Dan kadang tak dibersihkan sebagaimana mestinya.

Tak hanya itu, sebagian masyarakat juga ingin menghilangkan tradisi ini agar tampak “umum” seperti masyarakat di desa lainnya.

Tahun lalu, di musala tempat saya biasanya melaksanakan salat tarawih, sebenarnya masih saya jumpai kebiasaan ini. Ya meski saya jarang ikut menikmati camilannya karena perut yang sudah terlanjur kenyang. Namun, saya lihat anak kecil dan orang dewasa lainnya nampak masih antusias.

Tapi mulai tahun ini, kebiasaan tersebut mungkin hanya akan menjadi sebuah kenangan belaka. Karena kini tak ada lagi kegiatan serupa. Sebenarnya ini lantaran musala dalam tahap renovasi, serta pihak musala tak sempat memberi jadwal giliran kepada jamaah.

Tapi mengingat alasan tempat lain meniadaknnya cukup masuk akal. Bukan tak mungkin tahun depan tak akan ada lagi tradisi ini di musala tempat saya.

Ada tradisi menarik kah di daerah kalian selepas salat Tarawih? Share ya!

Iklan