Halo semuanya, masih dalam suasana lebaran. Izinkan saya mengucapkan permohonan maaf terkait tulisan saya di “Laci Abdul Jalil”, serta komentar saya yang mungkin hinggap di blog kalian. Barangkali ada hasil pijatan jempol saya yang kiranya kurang berkenan, jangan simpan dalam hati ya. Di hari yang fitri ini marilah kita saling memaafkan.

Pada kali ini saya sedikit berbagi cerita tentang aktifitas lebaran saya kemarin.

Menikmati liburan idulfitri 1439 Hijriyah, di hari kedua saya memanfaatkannya untuk jalan-jalan ke lokasi wisata terdekat. Tepatnya di daerah Kaligua, Paguyangan, Brebes. Lokasi ini sebenarnya bisa dijangkau dari dua rute, pertama memalui arah Bumiayu- Paguyangan, dan rute lain bisa melewati Bumiayu-Sirampog tapi dengan catatan khusus, di rute kedua ini medannya cukup menantang, karena harus melewati jalanan terjal di tengah hutan. Saya sendiri memilih rute kedua lantaran lebih dekat dari tempat saya yakni hanya beberapa Km saja.

Selepas bersilaturahmi mengelilingi kampung dan menunaikan salat Jum’at, sekitar jam 2 sore saya putuskan untuk ke dusun Kalikidang terlebih dahulu. Daerah ini dekat sekali dengan lokasi agrowisata tersebut yakni masih masuk ke wilayah Kelurahan Pandan Sari, Paguyangan, Brebes.

Di dusun ini pula, tinggal salah satu bibi tertua saya. Kebetulan telah lama saya tak singgah ke rumah beliau. Setelah terakhir kali ketika putri beliau menikah, itupun sudah bertahun-tahun lalu.

Alih-alih alasan kesibukkan, kondisi jalan yang tak begitu ramah juga menjadi alasan saya kurang menyempatkan waktu kesini. Dan di momen lebaran seperti ini tentu bisa menjadi saat yang tepat.

Saat hendak berangkat, saya sempat ragu dengan rute yang akan saya lewati. Bayangan saya tentang jalanan terjal dengan batuan bertumpuk layaknya sungai yang mengering melintas di kepala.

Namun, setelah saya meyakinkan diri. Saya pun langsung beranjak. Awal masuk ke hutan saya langsung disuguhi jalanan terjal dengan batuan besar bertaburan. Gas motor saya tarik perlahan selagi badan mencoba mencari keseimbangan. Sementara gigi motor hanya beralih dari gigi satu dan dua. Hasilnya perjalanan saya pun lancar, meski sesekali motor kandas karena saya memilih ruas jalan yang lebih tinggi hingga kaki harus turun untuk ikut ambil bagian.

Namun itu tak begitu parah, hingga akhirnya saya menemukan jalanan halus beraspal, yang rupanya sudah digarap beberapa bulan lalu. Saya pun seketika semringah melintasi oase di antara medan semacam ini. Hingga tanpa ragu, kecepatan motor saya tambahkan.

Tapi, semua ini terhenti ketika saya hampir menyelesaikan rute perjalanan, tepatnya ketika saya sudah mendekati Dusun Kalikidang. Jalanannya nampak tak jauh lebih baik dari yang saya lintasi di awal. Aspal yang rusak, serta batuan terjal lagi-lagi siap membuat badan saya bergoyang di atas kursi motor. Jalanan nampak rusak karena seringnya dilintasi kendaraan berat.

Dan syukurlah, semua terbayar lunas ketika saya sampai di dusun. Jalanan aspal yang mulus disertai pemandangan kebun teh seolah memanjakan mata. Saya pun berhenti sebentar untuk mengabadikan foto, meski disayangkan saat itu mentari sudah berada di arah barat dan mebuat pemandangan terhalang bayangan dari bukit di seberang.

Tak berselang lama, lalu saya kembali berpacu dengan si Revo fit hitam hingga sampai di rumah bibi setelah sempat nyasar karena saya sudah tak mengenali kediaman beliau. Bangunan di kanan-kirinya telah banyak berubah, pun termasuk adanya musala baru dengan selisih satu rumah yang dulu tak saya jumpai. Beruntung saya tak terlalu jauh, karena saya menanyakan kepada orang di sekitar situ.

Di dalam rumah nampak paman, serta anak dan cucunya tengah duduk di ruang tamu menyambut tamu yang lain. Hanya saja, saya tak melihat kehadiran bibi. Mereka terlihat kaget kala melihat kedatangan saya. Entah ada angin apa tiba-tiba saya berkunjung kesini, mungkin pikir mereka.

Senyuman serta wajah gembira pun tersirat di wajah mereka. Begitupun dengan saya, setelah bertemu dengan mereka kala mereka datang ke desa saya saja. Dengan menemui mereka secara langsung seperti ini membuat saya bangga dan juga senang. Dan Alhamdulillah, mereka sekeluarga juga dalam keadaan sehat.

Sembari menawarkan hidangan dan minum, paman pun berusaha mencari bibi yang rupanya tengah ada di warung tetangga. Dan segeralah beliau menanyakan kabar saya dan sekeluarga di rumah ketika bibi kembali dan menemui saya.

Sementara itu, Kris salah satu cucu beliau yang baru menuntaskan pendidikan SMA nya juga nampak ramah terhadap saya. Dibandigkan cucu bibi yang lain, dia sudah lebih sering main ke rumah sehingga kami pun dekat. Karena ada dia pula saya akhirnya membulatkan niat untuk menginap dan pergi ke lokasi wisatanya esok hari saja. Selain sebagai teman ngobrol di malam harinya, dia juga bisa menjadi rekan untuk esok.

  • Kaligua

Berangkat sekitar jam sepuluh pagi di hari Sabtu, 16 Juni 2018, saya dan Kris memilih untuk pergi ke Kaligua terlebih dahulu.

Di Kaligua ada banyak sekali objek yang menarik. Selain kebuh tehnya yang subur dan membentang sepanjang mata memandang, tempat lain yang termahsyur di sini adalah Gua Jepang. Objek peninggalan masa penjajahan Jepang ini dibuat tepat dibawah perkebunan teh oleh para warga sekitar dengan sistem kerja paksa.

Dari dusun Kalikidang, hanya butuh beberapa menit saja untuk mencapai lokasi ini. Dengan melewati jalanan yang juga dipakai untuk sarana transportasi pihak perkebunan. Jalanan berbatuan ini cukup terawat, hanya saja perlu berhati-hati karena sedikit licin.

Berhubung saya pergi bersama dengan penduduk lokal, untuk karcis dan biaya parkir pun kami tak perlu membayar. Namun, dari pengalaman kunjungan saya beberapa tahun lalu. Dari biaya masuk dan parkir hanya perlu sekitar Rp20.000,- an per individu saja. Dan tarif ini tentu bisa berubah-ubah kapanpun, hanya saja mungkin tak terlalu jauh.

Untuk mencapai Gua Jepang, dari area parkir kita perlu berjalan kaki sekitar ratusan meter. Jadi, jika kita berkunjung usahakan kondisi badan sedang bugar untuk menghindari kelelahan.

Dan jika memang tak mau capek-capek jalan kaki, kini ada juga kok kendaraan jemputan yang akan mepermudah kita. Namun, kemarin saya tak sempat menanyai perihal adakah biaya tambahan atau tidak jika naik.

Dan tak ketinggalan pula, ada juga wahana yang bisa kita jajal baik setelah maupun sebelum kita berkunjung ke Gua. Wahananya cukup menarik, dari flying fox, sarana perminan anak, hingga hiburan musik dangdut tersedia. Tentu ini bisa jadi sarana yang pas untuk beristirahat bagi keluarga. Lokasinya sendiri tak jauh dari area parkir dan deretan penjaja makanan.

Dan beranjak ke Gua Jepang, Gua ini terletak di antara bukit-bukit kebun teh, jadi bisa dibayangkan betapa lembabnya di dalam sana. Baiknya pakai jaket agar tak kedinginan saat masuk. Di beberapa bagian juga banyak tetesan air dari tumbuhan di atasnya yang menembus ke atap gua yang membuat lantai gua basah dan licin.

Tapi, beberapa tahun ini pihak pengelola nampak serius untuk memberikan pengalaman yang lebih baik pada pengunjung. Selain dengan adanya penerangan yang meminimalisir akan adanya orangnya yang kehilangan arah saat di dalam, beberapa penunjuk jalan pun sudah disediakan.

Sementara itu, jika kita ingin menelesuri gua, nuansa mencekam juga turut terlihat dari beberapa sudut. Tak hanya sebagai tempat perlindungan, beberapa ruang dulu juga digunakan sebagai kegunaan lain mulai dari ruang sidang, ruang tahanan, ruang penyiksaan, dan juga sebagai gudang senjata. Semua tertata apik dengan beberapa patung yang menjadi media penggambarannya.

Adapun sebuah ruang yang kini dipakai sebagai sarang kelelawar. Namun, saya tak sempat memasukinya karena di pikiran saya, di dalamnya pasti sangat jorok. Saya justru menyusuri beberapa pintu yang dulu menjadi jalan keluar cadangan.

Dan jika kita sudah merasa cukup menjelajahi gua. Jangan dulu beranjak terlalu jauh, karena kita bisa jalan-jalan ke area perkebunan teh di atas gua. Selain pemandangannya yang syantik dilengkapi dengan pasangan muda-mudi tengah bergandengan tangan yang membuat jones kejang-kejang, papan “I ❤ Kaligua” juga sayang sekali jika dilewatkan untuk menjadi salah satu hiasan di Instagram.

Jangan lupa selfie
  • Telaga Ranjeng

Pukul sebelas lebih, destinasi saya dan Kris selanjutnya adalah Telaga Ranjeng. Hanya berjarak 2 Kman dari Kaligua, objek ini bisa dijangkau hanya hitungan menit dari Kaligua, dengan membawa sepeda motor melintasi Desa Taman.

Berbeda dengan objek sebelumnya, di sini tidak ada nominal wajib yang dikenakan sebagai syarat masuk, melainkan seikhlas pengunjung.

Telaga ini nampak masih asri, karena tak banyak sentuhan yang dilakukan pihak terkait. Pengunjung pun diperbolehkan masuk hingga ke pipir telaga, namun harus tetap berhati-hati. Karena tanah berumput di pinggir danau sangatlah gembur.

Dan sebagai cara lain menghabiskan waktu, kita juga bisa memberi makan ikan lele dan ikan mas yang ada di kolam sebelah telaga lho. Hanya cukup dengan membeli roti yang dijual di lokasi ataupun dengan kudapan yang kita bawa dari rumah lalu melemparkannya ke atas kolam. Saat saya berkunjung ikan nampak tak begitu aktif, mungkin karena efek kekenyangan setelah beberapa hari ini banyak pengunjung yang datang.

Namun, ada mitos yang berkembang di tengah masyarakat terkait telaga ini. Dimana kita dilarang mengambil dan mengkonsumsi ikan yang ada di telaga ini. Jika kita melanggar, konon akan ada musibah yang menghampiri kita setelahnya. Saya sendiri tak terlalu mempercayainya, namun kepercayaan semacam ini bisa menjadi cara lain untuk melestarikan ekosistem ikan yang ada di dalamnya.

Dan terakhir, jika kita sudah merasa lelah dan ingin beristirahat. Bukit yang ada di depan Telaga bisa menjadi lokasi bersantai. Apalagi bareng pacar, Ehh… keluarga maksudnya.

Mungkin inilah cerita singkat liburan lebaran saya kemarin. Selain sebagai ajang bersilaturahmi, saya jadikan pula sebagai momen mengusir kepenatan. Selain itu, ini juga menjadi kesempatan agar saya tak masuk kerja lebih awal. Hheee

Saya sebenarnya ingin membuat dua tulisan terpisah, namun karena tulisan pertama tiba-tiba hilang setelah saya simpan di draf. Mungkin karena jaringan di tempat saya kurang bagus saat mengunggahnya atau entahlah. Jadi, saya putuskan untuk menuliskannya acak-acakan seperti ini.

Lalu bagaimana dengan liburan kalian? Share Juga ya.