Sumber gambar : Jabarexpres.com

Berangkat dari postingan mas Juman yang bernostalgia dengan guru-gurunya di masa SD lewat artikel “Mengingat Nama-Nama Guru SD“, saya pun berniat untuk menuliskan hal yang sama.

Langsung aja deh.

Di saat menimba ilmu di bangku pendidikan dasar,  sekolah saya kebetulan tak punya banyak staf pengajar. Seingat saya, ketika saya mulai masuk sekolah banyak guru lama yang sudah dipindah tugaskan. Jadi, hanya ada beberapa guru saja yang masih tinggal.  Dan karena tak terlalu banyak, saya pun masih hafal satu persatu tentang mereka. 

Dan inilah sosok-sosok mereka.

1. Alm. Bu Sumirah

Menjadi guru selama tiga tahun dari kelas 1 hingga 3, sosoknya menjadi salah satu yang membekas. Berperawakan tinggi dan besar, guru wanita ini sebenarnya dulu menjadi guru yang tak begitu banyak disenangi oleh muridnya. Ini lantaran sifatnya yang keras dan tak pandang bulu ketika melihat anak didiknya melakukan kesalahan.

Melempari siswa dengan penghapus, serta memukul dengan bilah bambu yang sering dia bawa adalah pemandangan yang sudah biasa saya dijumpai di setiap pelajaran. Karena dia tak akan segan menghukum siswa yang tak bisa menerima pelajaran dengan baik, termasuk mereka yang asyik ngobrol atau bermain saat pelajaran berlangsung.

Namun diluar sifat itu, beliau sebenarnya adalah sosok yang humoris. Tak jarang beliau menyindir salah satu murid dengan ejekan yang kocak hingga membuat siswa lain turut pula tertawa. Pun, dengan logat bicaranya yang khas sebagai pengguna basa jawa ngoko yang bagi kami lucu. 

Dia juga sebenarnya sosok yang penyayang, ini berdasarkan dari pengalaman saya ketika berkunjung ke rumah beliau dimana dia terus menawari saya makanan favorit saya dengan wajah yang sangat ramah.

Dan sayangnya, di tahun 2006 atau 2007 beliau ternyata harus berpulang ke Rahmatullah karena penyakit yang dideritanya beberapa tahun belakangan. Saya hanya berdoa semoga amal dan ibadanya diterima di sisi-Nya. Aamiin

2. Bu Nurhasanah

Bertubuh ramping dan tinggi, serta dengan parasnya yang ayu. Sosok muda yang berasal dari Kebumen, Jawa Tengah ini menjadi salah satu guru favorit saya hingga kini.

Meski sifatnya hampir seperti Alm. Bu Sumirah, yang mana keras dan agak galak, dan bahkan dia juga menerapkan hukuman pukulan buku atau jewer kepada anak yang nakal dan melakukan keonaran di dalam kelas. 

Namun, wanita berkerudung ini menjelaskan setiap materi secara rinci sehingga membuat siswa mudah mencernanya. Dan tentu ini menjadi salah satu nilai lebih untuk seorang guru.

Mengajar saya di kelas 4, guru ini sayangnya harus pindah kala saya duduk di kelas 6. Entah sekarang seperti apa dan mengajar di mana, tapi semoga beliau selalu diberi kesehatan. Aamiin

3. Pak Sarwono

Dibanding dua sosok sebelumnya, sosok guru yang satu ini merupakan sosok yang terkesan lebih santai.

Selain humoris dia juga mampu dekat dengan hampir semua siswa, sehingga jarang sekali ada siswa yang tegang saat beliau mengajar. Dan sifat terbukanya ini kadang menjadi kelemahan dia dimana banyak siswa terkadang justru bertindak kurang hormat.

Bertemu dengan beliau di kelas 5, nyatanya dia sudah lama mengajar di SD Igirklanceng 2, termasuk mengajar ibu saya. Dia bisa dibilang adalah salah satu guru legendaris di sini. Dan hingga kini dia masih aktif mengajar. 

Setiap kali bertemu, dia pun masih seperti dulu dengan kesan wajah yang hangat beserta kumis tipis di atas bibirnya.

4. Pak Ngadino

Sebelum bertemu dan mengenal beliau di kelas 6, banyak isu yang membuat saya dan teman-teman takut untuk diajar oleh sosok yang satu ini.

Berhembus kabar jika beliau sosok guru yang sangat galak dan tak segan menghajar anak didiknya yang bandel. Setidaknya ini yang saya dengar dari beberapa kakak kelas yang sudah lulus dan pernah diajar oleh beliau.

Namun, pandangan itu seketika berubah kala saya sudah berada dalam kelas yang sama dengan beliau. Kesan yang saya dapatkan justru beliau adalah sosok yang cerdas dan hangat pada murid-muridnya. Cara dia menyampaikan materi juga tak monoton, tetap dibungkus humor namun tanpa mengesampingkan intinya.

Salah satu kebiasaan dia adalah menambahkan nama pada siswanya, salah satunya nama saya yang mendapat tambahan “Nasution” di belakang, adapula teman saya bernama Hendri yang mendapat tambahan “Simanusong”, yang diplestkan oleh teman-teman menjadi “Si Manusia Songong”.

Selain itu, dia juga mengadakan permainan seru dan menengangkan di jam pelajaran terakhir yaitu “dalbanan”, permainan ini mengajak setiap siswa berkompetisi agar dapat  menyelesaikan soal matematika denng waktu paling cepat dan benar agar bisa pulang duluan.  

Namun, ada hal yang sedikit hal yang tak menyenangkan ketika saya diajar oleh beliau. Ini karena status beliau yang masih satu lingkup keluarga, kebetulan beliau menikahi anak dari adik Nenek saya. Dan ini kadanag memicu sedikit prasangka negatif dari wali murid lain ketika kebetulan saya mendapat rangking pertama di kelas. Banyak omongan yang hinggap di telinga saya, jika prestasi saya diraih karena saya masih ada ikatan keluarga dengan guru. 

Padahal itu tak sepenuhnya benar, karena selama ini dia selalu memperlakukan setiap anak didiknya sacara adil dan tak memihak siapapun. Toh, hasil yang saya dapat juga karena saya berusaha belajar baik di tiap ulangan ataupun tes semester, setidaknya menggunakan sistem kebut semalam. Hee

Dan sosok ini juga pernah saya bahas di artikel Seolah Tak Menua.

5. Pak Wathori

Masih saya ingat jelas bagaimana sosok pak Wathori berdiri di depan kelas, menuliskan materi dan menjelaskannya kepada setiap siswa dengan senyumnya yang lepas.

Beliau adalah guru agama yang sangat menyenangkan. Dengan guyonan khas dia yang selalu berhasil membuat kami tertawa, beliau juga mengemas materi yang berat dengan gaya yang santai. Meski tak dipungkiri pula beberapa diantaranya tetap membuat kami bergidik terutama ketika beliau menjelaskan tengang kematian, azab, siksa neraka dan lainnya.

Kabar terakhir yang saya dengar, saat saya duduk di bangku SMA, rupanya dia dipindah tugaskan ke sekolah lain dan posisinya hingga sekarang pun sudah diganti oleh guru baru.

6. Bu Dewi

Hanya sekitar setahun saja di ajara oleh beliau tepatnya di kelas 6, namun dia tetap menjadi guru yang membekas. Dia merupakan guru bahasa Inggris.

Dia juga yang mengenalkan bagaimana pelafalan huruf abjad dalam bahasa Inggris, termasuk huruf “w” yang diucapkan menjadi “double u”, yang mana mengilhami saya dan teman-teman menjulukinya bu “double u”.

Cara mengajarnya sebenarnya cukup asyik, hanya saja karena bahasa Inggris merupakan hal baru yang kami dapatkan di jenjang ini. Jadi, banyak siswa yang justru merasa bosan.

Dia sendiri merupakan ibu baru saat ia mengajar, karena itu tak jarang pula dia membawa anaknya ke sekolah. 

Sebenarnya ada guru lain yang pula sempat mengajar namun hanya sebatas guru pengganti, antara lain 

Pak Agus Tri Saputra

Dulu beliau tengah menjabat sebagai kepala sekolah, beliau mengajar bahasa Inggris menggantikan anaknya, Bu Dewi yang berhalangan hadir. Cara mengajarnya juga seru walau komedinya kadang terlalu frontal.

Alm. Pak Tochid

Sebelum jatuh sakit dan beristirahat di rumah hingga berpulang, beliau adalah kepala sekolah SD Negeri Igirklanceng 2 dimasa awal saya masuk sekolah. Beliau inilah yang merupakan adik dari nenek saya. Beliau adalah sosok yang perhatian dan tak pelit kala memberikan nilai.

Bagaiamana dengan guru-guru kalian di masa SD? Apa kalian masih ingat?

Iklan