Sumber gambar : wikipedia.com

Lewat “Toy” yang dibawakan oleh Netta Berzilai, yang saya sendiri tak meninginkannya untuk menang, Israel berhasil menyabet gelar juara ke-4 di kontes lagu tahunan Eurovision Song Contest pada tahun 2018 yang diselenggarakan di Lisbon, Portugal. Dan lewat kemenangan ini pula, Israel secara resmi menjadi tuan rumah penyelenggaran ESC di tahun 2019 ini dengan slogan “Dare To Dream”.

Sempat ada isu yang berhembus jika pihak Israel ingin menyelenggarakannya di kota suci Jerusalem, namun karena alasan keamanan dan lainnya, pada akhirnya ibukota Tel Aviv lah yang terpilih sebagai kota yang akan menjamu tamu dari 41 negara peserta dengan Expo Tel Aviv sebagai arena pentasnya.

Dan meski penyelenggaraanya masih beberapa bulan lagi, tepatnya pada bulan Mei nanti. Namun, seluruh negara kontestan telah mengumumkan perwakilannya baik itu lewat seleksi nasional yang meliputi juri dan publik dalam pemilihannya, ataupun seleksi internal yang biasanya dipilih oleh pihak TV penyiar.

Dan di tahun ini, Bulgaria yang tampil kuat selama 3 tahun berturut-turut lewat If Love Is A Crime, Beautiful Mess, dan Bones harus mundur dari kontes karena masalah internal di pihak TV. Sementara itu, Ukraina yang telah memilih Maruv dengn lagu “Siren Song” lewat seleksi nasional bertajuk “Vidbir” harus mengundurkan diri secara terpaksa lantaran pihak Maruv merasa tak siap dengan kebijakan dari TV Ukraina. Sangat disayangkan memang, karena dua negara ini adalah dua egara yang punya peluang besar menembus final dan memberikan kejutan.

Namun, masih banyak kok lagu yang layak disimak dari 41 kontestan yang berpartisipasi termasuk tuan rumah, dan pada kesempatan kali ini saya akan bahas 10 lagu yang jadi jagoan saya. Tapi sebelumnya, saya akan membahas dahulu lagu-lagu yang menarik ataupun potensial namun tak masuk dalam daftar.

  • Kobi Marimi – Home (Israel)

Melalui ajang HaKokhav HaBa “The Next Star Israel” (di Indonesia diadaptasi menjadi Rising Star Indonesia), Israel memilih Kobi Marimi sebagai wakil tuan rumah. Mengemban tugas berat setelah kesuksesan Netta di tahun lalu, Komi nayatanya memilih membawakan lagu balada yang syahdu berjudul “Home” dengan balutan suara beratnya yang kuat. Lewat lagu inilah Honi juga akan membuktikan apakah kutukan di beberapa tahun belakangan ini dimana negara pemenang selalu berakhir dengan hasil buruk di tahun berikutnya akan berlaku pula bagi Israel atau tidak. Jika mengingat Netta tampil dengan lagu yang memang mencolok dan berbeda, tahun ini lagu mereka memang cenderung bermain aman dengan lagu yang dibilang biasa saja.

Conan Osíris – Telemóveis (Portugal)

Masih setia mengirimkan lagu berbahasa Portugis, wakil dari Portugal tahun ini adalah Conan Osiris yang membawakan lagu “Telemoevis”. Menyuguhkan musik pop dengan sentuhan etnik eksperimental, lagu ini sedikit mengingatkan saya dengan karya penyanyi Bjork. Selain instrumennya terdengar rumit, susunan melodinya juga perlu beberapa kali didengar agar bisa menikmatinya. Namun, karena poin inilah lagu inilah bisa jadi salah satu lagu yang kuat.

Kate Miller – Heidke Zero Gravity (Australia)

Sebagai salah satu negara yang rajin menembus final di setiap keikutsertaaanya berkat lagu-lagu pop yang ramah radio. Australia di tahun ini nampak mencoba hal baru dan keluar dari zona nyaman. Dari diadakannya seleksi nasional pertama kali bertajuk “Australia Decides Eurovision 2019”, pemenang dari ajang ini pun benar-benar di luar dugaan. Alih-alih memilih lagu bertipikal sama seperti di tahun-tahun sebelumnya, meraka malah memilih Zero Gravity, yakni sebuah lagu pop dengan unsur opera. Pun dengan konsep panggungnya yang sedikit nyeleneh. Namun ini menarik, apakah percobaan ini masih mamalu meraih vote dari publik dan juri nanti.

Tulia – Fire of Love (Pali sie) (Polandia)

Satu lagi negara yang mencoba menyuguhkan musik yang berbeda adalah Polandia. Menunjuk grup vokal Tulia, mereka membawakan musik etnik yang nyentrik lewat lagu Fire of Love. Musik mereka memang tak mudah diterima oleh kebanyakan orang, selain tak terasa modern, pun dengan harmonisasi vokalnya yang sedikit mengganggu karena tak ada pembagian ruang bagi ke empat penyanyinya, tapi saya sangat mengapresiasi atas apa yang mereka bawa. Dan penampilannya di Tel Aviv semoga bisa memberikan kejutan.

Dan lanjut beranjak ke daftar 10 besar, lagu-lagu berikut saya susun sesuai selera saya yang sangat subyektif dan sebagian tak saya nilai dari versi studionya.

10. John Lundvik – Too Late For Love (Swedia)

Swedia, negara yang terakhir kali menjuarai ESC pada tahun 2015 ini merupakan salah satu negara yang serius dalam menyeleksi wakilnya di gelaran ESC, tak tanggung-tanggung di gelaran “Melodifestivalen” mereka mengikutsertakan 28 lagu untuk bersaing di setiap tahunnya. Ya, meski pemenangnya tak jauh-jauh dari lagu pop ramah radio dengan lirik berbahasa Inggris. Tapi memang diakui jika kualitas lagunya selalu konsisten dan berada di atas rata-rata negara lain, baik itu dari segi produksi hingga pementasannya di panggung yang selalu total. Dan tanpa terkecuali, “Too Late For Love” yang dibawakan oleh John Lundvik di tahun ini, dimana lagu ini bisa dibilang sebagai lagu aman yang mempermudah Swedia lolos ke final. Dengan sedikit corak musik gospel yang mengingatkan dengan “Nobody But You”-nya Austria di tahun lalu, “Too Late For Love” bisa jadi sedikit pembeda diantara wakil-wakil Swedia sebelumnya yang cenderung medioker dan terlalu komersil.

9. Tamta – Replay (Siprus)

Tahun lalu, mimpi Siprus menjadi jawara pertama kali tinggal selangkah lagi, namun semua terhenti karena perolehan poin Israel yang lebih banyak. Dan seolah ingin membalas dendam, tahun ini Siprus menggunakan formula yang sama lewat “Replay” yang dibawakan oleh Tamta. Dari segi musik dan pengemasannya, lagu ini memang sangat identik dengan wakil mereka di tahun lalu “Fuego”. Meski saya yakin ada lagu yang lebih baik untuk vokal Tamta, tapi “Replay” alias “Fuego 2.0” ini memang digarap dan diproduksi dengan baik. Harapannya Tamta bisa memberi penampilan terbaiknya dan lepas dari bayang-bayang Eleni Foureira.

8. Leonora – Love Is Forever (Denmark)

Riang dan ringan, kesan inilah yang saya dapat kali pertama mendengar lagu wakil dari Denmark tahun ini. Meski bukan salah satu favorit warganet, namun saya rasa jika penampilan panggungngnya di semi final maksimal. Lagu ini akan mencuri perhatian. Terlebih dengan melodi nya yang sangat mudah membekas dan juga penggunaan multi bahasa dalam bagian lirik yang bisa menjadi daya pikat.

7. Luca Hänni – She Got Me (Swiss)

Pilihan Swiss di tahun ini juga layak diperhitungkan, ya walau lagi-lagi formulanya sama seperti Fuego (Siprus 2018), namun lagu ini memiliki kesempatan besar untuk mendapat banyak poin dari televoters, lebih lagi jika Luca tampil dengan maksimal membawakan lagu beserta hentakan-hentakannya yang enerjik dan bisa mengajak penonton terhanyut. Sedikit pula memgingatkan dengan hits “Despacito”, lagu ini semoga saja bisa memberi hasil terbaik untuk Switzerland setelah beberapa tahun berturut-turut terseok-seok di babak semi-final saja.

6. Victor Crone – Storm (Estonia)

Mengusung musik Eletronik Dance, lagu yang terpilih mewakili Estonia lewat ajang Esti Laaul ini dibawakan oleh penyanyi asal Swedia, Victor Crone dengan turut pula melibatkan Penulis asal Estonia sendiri. Dengan diawali petikan gitar, lagu ini menunjukan letupannya di paruh tengah lagu. Atmosfir musiknya sendiri mengingatkan musik mendiang Aviici yang seringkali memasukkan unsur musik folk. Dan untuk konsep panggung, mereka menyajikan konsep visual yang menarik dengan pergantian latar belakang secara langsung yang kemungkinan besar dipakai di tel Aviv juga. Ya meski musiknya cenderung pasaran, tapi jika ditampilkan dengan baik lagu ini bisa jadi sesuatu yang menarik.

5. Hatari – Hatrið Mun Sigra (Hate Will Prevail) (Islandia)

Dengan mengangkat tema BDSM, grup asal Islandia, Hatari tampil mencolok mewakili negara mereka setelah memenangkan ajang Songvakeppnin 2019. Banyak pro dan kontra yang muncul terkait keikutsertaan mereka, selain konsep panggungnya yang tak biasa, namun karena musik yang disajikan juga terdengar liar dan gelap dan tak bisa dinikmati banyak orang, ditambah liriknya juga cenderung kritis dan tajam. Lebih jauh lagi grup ini konon menganut paham anti-kapitalisme dan anti-zionisme, dimana lewat kesempatan ini mereka akan melayangkan protes di panggung nantinya berdasarakan mereka wawancara salah satu media Islandia. Karena hal ini pula ada beberapa pihak yang merasa keberatan jika kedatangan mereka di Israel hanya bertujuan untuk memprovokasi saja. Namun bagi saya ini sangat menarik, ya meski bisa saja jika isu ini merupakan strategi mereka menaikkan popularitas. Tapi andai saja mereka melakukan sedikit simbol protes tentang konflik Israel dan Palestina di panggung, tentu ini akan menjadi Eurovision yang tak pernah dunia lupakan. Heee

4. Sergey Lazarev – Scream (Rusia)

Di tahun 2016, Sergey telah menampilkan semua yang terbaik darinya lewat “You Are The Only One”, baik vokal hingga tata panggung. Dengan kembalinya dia di tahun ini, banyak penggemar yang berkespektasi tinggi dengan lagu yang akan dibawakan. Alih-alih membawakan lagu bertempo cepat dan menonjolkan koreografi, lewat “Scream” dia mencoba membawakan lagu balada yang emosional. Di bagian awal lagu memang terasa sedikit membosankan dan Sergey nampak berusaha keras dengan vokalnya, namun menjelang akhir lagu bagian klimaksya baru terdengar. Diiringi musik orkestra serta paduan suara, kekuatan lagu ini baru muncul. Seketika lagunya berubah menjadi misterius sekaligus megah.

3. Keiino – Spirit In The Sky (Norwegia)

Tampil dengan musik modern, tapi tanpa melupakan sentuhan tradisional. Itulah kiranya gambaran untuk “Spirit In The Sky”. Meski melodinya mengingatkan dengan lagu lain dari “Moves Like Jagger” hingga Monster (Finlandia 2018), tapi komposisi musiknya memang asyik dan mudah menancap di telinga. Termasuk bagian penyanyi pria yang bergumam dengan beberapa potongan kata dalam bahasa Norwegia yang menambah kesan misterius. Di malam seleksi nasionalnya sendiri aksi panggung mereka cukup memukau, walau sedikit berantakan.

2. Duncan Laurence – Arcade (Belanda)

Di benerapa polling, banyak yang memprediksi jika lagu milik penyanyi jebolan asal “The Voice Of Holland” ini bisa menjadi salah satu kandidat kuat untuk menjadi pemenang. Mungki karena lagunya sendiri cukup terdengar emosional dan menyentuh. Lirik lagunya yang dalam juga diambil dari pengalaman pribadi sang penyanyi yang kehilangan sesorang di masa mudanya. Tentu ini akan mempermudah dia menyampaikan pesan lagu. Dari penampilan live nya sendiri, vocal Duncan juga nampak mempuni.

1. Mahmood – Soldi (Italia)

Menjadi salah satu negara anggota Big 6 bersama Spanyol, Jerman, Perancis, Inggris, dan negara tuan rumah yang secara otomatis masuk ke babak Grand Final, Italia bisa dibilang konsisten mengirimkan lagu-lagu yang menarik lewat ajang “San Remo”, dan bahkan lebih baik jika harus dibandingkan wakil-wakil Inggris yang stagnan. Tak terlalu mengikuti musik yang tengah laris di pasaran. Wakil-wakil Italia tampil mencolok dengan gaya mereka sendiri. Termasuk, “Soldi” yag dibawakan oleh Mahmood di tahun ini. Liriknya sendiri terbilang personal karena menceritakan tentang hubungannya dengan sosok ayah yang meninggalkan keluarga di saat dia kecil dan lebih mementingkan “soldi” alias uang. Namun semua dikemas dengan musik hip hop yang rancak dengan sentuhan musik timur tengah, pun dengan gimmick tepuk tangan dan potongan lirik berbahasa arab yang membuatnya semakin unik. Hanya saja, dengan melodi yang repetitif vokal Mahmood serta konsep panggungnya perlu banyak perbaikan agar tampil lebih baik.

Adakah salah satu lagu yang kalian suka dari daftar di atasa?share ya.

Iklan