Tak seperti malam-malam sebelumnya, pukul setengah tujuh tadi toko tak terlalu ramai pengunjung. Pun dengan lapangan futsal yang terdiam tanpa ada para pemain berlarian mengejar si kulit bundar.

Sementara itu, pemberitahuan dari aplikasi Whatsapp terus saja bermunculan. Selain dari grup, rupanya pesan datang dari teman-teman saya yang memastikan untuk pergi kondangan bersama. Mereka pun sudah berkumpul di rumah salah satu teman.

Dan tanpa pikir panjang, setelah saya melayani pengunjung terakhir, yakni seorang lelaki paruh baya yang membeli susu coklat kemasan kaleng. Saya pun bergegas mengunci seluruh pintu toko dan mengeluarkan kuda besi saya yang saya taruh di gudang bawah, kemudian beranjak ke rumah teman.

Karena lokasi hajatan tak jauh dari rumah teman saya, kami putuskan untuk berjalan kaki saja kesana. Sedangkan motor, saya parkirkan di depan rumah.

Datang beramai-ramai, dua dari teman saya hadir dengan pasangannya masing-masing, sedangkan saya dan satu yang lain terpaksa harus tampil percaya diri tanpa gandengan. Hhheee. Ngenes ya..

Tiba di tempat, dari luar nampak sekali jika banyak tamu yang tengah duduk. Kami pun sempat menunggu sejenak untuk memastikan ada ruang bagi kami, sebelum akhirnya memutuskan masuk.

Sambutan ramah nampak dari keluarga tuan rumah, tak terkecuali dari Pak Komarudin, teman saya yang seorang pendidik, yang hendak melepas masa lajangnya ini.

Calon pengantinnya yang make kemej biru dan jas hitam itu.hhee

Sembari duduk bersila dan menikmati aneka makanan ringan, kami pun berbincang hal-hal yang penting tak penting khas anak muda, mulai dari keseharian hingga tentang gawai yang kini masuk di sendi kehidupan kami di sini.

Di tengah perbincangan kami ini, Wawan, teman kami yang dari RW sebelah datang dengan kakak sepupunya, Mas Subehi, yang kebetulan punya kekurangan. Ia tak hanya tuli, namun dia juga penyandang tunawicara semenjak kecil.

Mungkin sedikit tidak etis, namun kami justru bercanda de ngan dia karena dia sangatlah polos dan menyenangkan. Lewat bahasa isyarat yang hanya berupa menunjukkan jari atau memperagakan suatu gerak, komunikasi kami di beberapa kali kesempatan nampak nyambung. Walau tak jarang pula, kami harus minta bantuan Wawan yang sudah memahaminya sepenuhnya.

Saya foto Mas Subehi secara diam-diam

Hingga kurang lebih satu jam kami bercengkrama, Wawan pun turut menceritakan suka dukannya selama memiliki keluarga yang bisu dan tuli.

Selain kesulitan berkomunikasi, ada beberapa hal sepele yang kadang membuat keluarga harus melakukan lebih, salah satunya ketika harus membangukan Mas Subehi saat dia memilih mengunci pintu kamar. 

Dan saat berbelanja, dia pun harus didampingi salah satu keluarga, karena memang dia tak memahami nominal mata uang dan ini bisa saja dimanfaatkan oknum pedagang.

Meskipun begitu, Wawan tetaplah bersyukur, Mas Subehi memang punya kekurangan, namun ia masih bisa hidup sempurna layaknya manusia lainnya.

Selain ikut bekerja di ladang seperti ayahnya, dia juga bisa mengendarai motor kopling, yang membuat dia tak perlu merepotkan orang lain kala ingin sekedar jalan-jalan.  Meski tak bisa lepas begitu saja, karena untuk bepergian jauh dia harus didampingi orang lain.

Dan yang lebih mengesankan, dia juga sudahlah menikah dan punya seorang putri cantik dan mewarnai kehidupannya sebagai anak tunggal di dalam keluarganya. Walau saya sangat menyayangkan, sang istri kini justru meninggalkannya dan memilih kehidupan yang lain.

Tapi tetap semangat ya Mas Subehi.

…………….

Pukul setengah sepuluh, kami diajak untuk makan besar, lalu kami pulang.

Mungkin hanya ini cerita sederhana yang bisa saya tulis di serial kondangan kali ini. hhee

Terima kasih sudah membaca.